Monday, September 5, 2011

Tibet kecil di negeri seberang..

Selembar surat aplikasi visa, foto 4x6, dan juga tiket pesawat pulang sudah di tangan, berangkatlah kami menuju kedutaan India di Kathmandu. Yang akhirnya ditolaklah permohonan kami pada saat itu. Kami diharuskan untuk mengajukan form telex, yang ditujukan ke kedutaan India di Indonesia untuk memastikan kami bukan teroris atau kriminal internasional. Jadilah kami menunggu seminggu lagi di Nepal hanya untuk selembar visa.

Tepat sebulan lalu kami mengunjungi India hanya untuk transit untuk menuju Nepal, kesan pertama begitu jelek, kami mengalami berbagai pengalaman buruk. Hotel yang kami booking jauh hari sangat kotor dan tidak sesuai dengan di internet, garasi saya jauh lebih bersih. Saya bertemu dengan orang-orang yang bersikap baik dan malah kami dipaksa untuk membeli sesuatu atau diantar ke travel agen yang memberi harga selangit. Saya pun juga trauma dengan kotornya terminal maupun stasiun, maupun pasarnya, hati pun sangat bahagia dan semakin cinta Negeri sendiri karena pasar tradisional kita ternyata jauh lebih bersih. Meskipun kami sudah berhati-hati, akhirnya kami pun tertipu oleh agen, karena kami memburu waktu untuk sampai di Nepal secepatnya. Jadilah kami membeli tiket yang kami pikir itu harga normal, karena puluhan agen yang kami datangi memberi harga yang sama, setelah naik bis dan terkejut dengan bobroknya bis itu, kami pun bertemu dengan turis perancis dan ngobrol panjang lebar. Barulah kami tau kalau puluhan agen itu kompak dalam hal menipu, kami dapat harga hampir 10x lipat untuk sebuah “deluxe” bus yang lebih baik metro mini kita. Dan hebatnya dalam bis kami merasa di kebun karena nyamuk dengan gencarnya memangsa, setidaknya sepuluh bentol menemani beberapa hari ke depan. Kami pun kesal setengah mati dan mencaci maki penipu penipu jahanam itu.

Akhirnya setelah mendapat ketenangan di Nepal, kami pun ingin sekalian mengunjungi India karena ingin menghadiri “Dalai Lama Teaching” di Dharamsala, setelah mengumpulkan mental dan akhirnya visapun kelar, kami naek bis deluxe yang seadanya ke perbatasan Nepal. Selamat tinggal Nepal, Negeri yang penuh dengan damai, selamat datang India, negeri yang keras :P.

Kami berangkat dari Sunauli perbatasan Nepal dengan India, dan menuju Gorakhpur dan lanjut dengan kereta ke Delhi, perjalanan hampir 30 jam nonstop dengan kelas ekonomi. Versi termurah yang bisa di dapat untuk menuju Delhi, kami berdua hanya menghabiskan sekitar Rp 80 ribu untuk perjalanan tersebut hehe. Tiba di Delhi kami pun tidak mau berlama-lama, kami langsung memesan tiket bis dari dinas pariwisata yang resmi, kami sudah anti transaksi dengan agen, kalau tidak ditipu yah ditipu. Kota yang kami tuju McLeod Ganj Dharamsala, tempat tinggal dan tempat pengungsi ratusan ribu penduduk Tibet pasca kependudukan China. Pepatah yang cocok di india berani bertanya berani tersesat di jalan :)). Jadilah kami membeli buku panduan Lonely Planet, kali ini supaya rasa paranoid tidak terus muncul.

Esok harinya pun kami berangkat dari Connaught Place New Delhi menuju McLeod Ganj, kali ini bis mahal namun kualitas tidak mengecewakan, HPTDC memang sangat recommended. 10 jam kurang lebih kami tiba di daerah pegunungan Daulahar, Dharamsala. Kota yang menjadi salah satu favorit turis di India. Kota yang membuat anda merasa di Tibet. Kota ini terletak di antara gunung es dan juga lembah Dauladhar Range, pemandangan alam yang bagus dan juga udara yang sejuk menjadi pelengkap yang manis untuk menikmati damainya kota ini. Sebuah perfect escape dari kotornya Delhi.

Kami tiba di pagi hari dan setelah mencari beberapa guest house hampir semua full atau tersisa kamar yang di luar budget, kami hampir putus asa karena jalanan naik turun dengan beban 20kg di pundak, serasa naik gunung euy. Akhirnya kami menemukan sebuah guest house yang terletak di dalam gang kecil dan bernama Tibetan Ashoka Guest House, dengan harga 200 INR per malam dengan kamar mandi luar, serta selimut yang luar biasa halus dan hangat :P. Kekurangannya satu tidak ada air panas, kalau mandi kudu nunggu matahari ngeceng, kalo ngga ngeceng ya ga mandi deh.

Kalau boleh dibilang Dharamsala sebagai pusat kebudayaan Tibet yang paling besar di seluruh dunia, termasuk Tibet, beberapa praktek pengobatan tradisional Tibet pun ramai pengunjung manca negara, yang terpopuler adalah Men Tsee Kang, yang di pelopori salah satu dokter berpengalaman yang bertanggung jawab atas kesehatan Dalai Lama selama masih di Tibet. Bahkan bule dari Eropa pun datang kesini untuk berobat, wah sebegitu hebatnya kah?jamu ktia kalah ga yah..hehe. Selain pengobatan tradisional Tibet, banyak juga yang menawarkan pengobatan Ayurvedic khas India, yang pengobatannya semua herbal. Dari ribuan tanaman yang di daya gunakan untuk obat-obatan. Jika anda tidak sakit dan ingin belajar pengobatan Ayurvedic disini tempatnya, mulai dari pengantar hingga kelas advance berbulan-bulan.


Kami pun berkesempatan untuk nonton film dokumenter di museum Tibet disini, yang menceritakan sejarah kependudukan China, bagaimana kisah tragis yang menimpa masyarakat Tibet yang sangat mencintai perdamaian. Kisah sedih yang membuat semua orang bertanya kenapa PBB tidak turun tangan? Mengapa fakta yang beredar di publik hanya mengenai kontribusi positif China di Tibet? Semua masyarakat Tibet merasa takut tinggal di tanah mereka sendiri. Saya hanya bisa berdoa semoga Tibet bisa kembali menjadi negara yang damai.

McLeod ganj merupakan pusat untuk meditasi dan juga yoga, meskipun yoga “capital” itu ada di Rishikesh, India, Dharamsala juga menjadi salah satu populasi yogi terbesar di India. Hampir setiap guest house dan pusat kebudayaan menawarkan kursus Yoga dan juga Yoga rutin harian. Yoga merupakan salah satu dari enam ajaran dalam filsafat Hindu, yang menitikberatkan pada aktivitas meditasi atau bertapa di mana seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca inderanya dan tubuhnya secara keseluruhan. Katanya Yoga sangat bermanfaat bagi keseimbangan spiritual dan jasmani.

Setelah berhari-hari menikmati kuliner khas Tibet maupun manca negara di Dharamsala, kami pun akhirnya berkesempatan untuk menghadiri “public teaching” Dalai Lama, yang kali ini khusus ditujukan untuk siswa siswi Sekolah TCV School. Para pendatang non siswa diperbolehkan menunggu di luar gedung dan akan ada terjemahan pidato Dalai Lama dalam bahasa Inggris di radio. Bahkan salah satu dari calon Miss Tibet pun datang untuk menghadiri teaching ini. Dalai Lama ini adalah yang ke 14, bernama Tenzin Gyatso. Dalai Lama adalah pemimpin tertinggi di Tibet, yang merupakan reinkarnasi dari Dalai Lama sebelumnya. Masyarakat Tibet juga percaya Dalai Lama ini merupakan manifestasi dari “Bodhisattva of Compassion”. Dan memenangkan nobel perdamaian pada tahun 1989 untuk usahanya yang teguh untuk mendamaikan hati penduduk Tibet selama masa kependudukan China.

Kami pun menyiapkan alas duduk, radio, dan juga makanan minuman sambil mendengarkan ceramah Dalai Lama, topik kali ini adalah sejarah Tibetan Buddhism dan juga asal usul agama. Yang pada intinya sejarah Buddha di Tibet sangat panjang, dan juga mengapa cinta kasih sangat penting dalam penyebaran agama Buddha. Selama hampir 3 jam ceramah pun segera ditutup dan kami bergegas untuk ke depan pintu masuk untuk menyambut Dalai Lama yang akan keluar ruangan. Setelah Dalai Lama mulai berjalan keluar kami merasakan suasana yang tiba-tiba berubah drastis, suasana yang belum pernah kami rasakan sebelumnya. Baru pertama kali saya melihat orang yang penuh dengan aura kedamaian, mukanya sejuk dan terlihat sangat baik. Kami pun semua luluh dan mata berkaca-kaca teringat akan penderitaan yang telah dilaluinya dan masyarakat Tibet dalam menghadapi kekejaman penjajahan. Sungguh perasaan yang langka sekali saya rasakan, sebagai tokoh politik namun dia dapat memperjuangkan perdamaian bagi rakyatnya dan juga bagi seluruh dunia. Hal itu terasa saat menatap raut muka yang sudah mulai berkeriput.

Walau hanya melihat tidak sampai semenit, namun raut mukanya masih terbayang-bayang sampai sekarang, saya pun menyadari beberapa hal yang “essential” dalam hidup ini, kedamaian dan cinta kasih merupakan hal yang utama dalam hidup ini. Agama hanya membantu dalam mencapai hal itu, damai ada di dalam diri sendiri.

Cukup petualangan spiritualnya kami pun berlanjut untuk petualangan kuliner J. McLeod Ganj, beberapa restoran dan makanan yang patut dicoba di sini adalah :

  • Norling : Chicken Garlic dan Manchuriannya enak sekali, juga Manchow Soup
  • Jimmy Italian Kitchen, baked Potato dan wafflenya the best
  • Moonpeake Café White Chocolate layer cake disini super duper enak
  • Lung Ta, Restoran vegetarian Jepang yang yummy dan sehat
  • Café Ri, sebuah resto Korea dengan desain interior yang keren dan makanan yang enak
  • Gakyi Restoran, sebuah restoran Tibet yang menawarkan Momo, Tingmo dan lainnya
  • La Phing dan Noodle, snack asli Tibet dengan rasa yang pedas dan asin, banyak tersebar di pinggir jalan
  • Momo di pinggir jalan
  • Sebuah toko kue di depan kantor pos, yak cheese cakenya juara

Pokoknya semua makanan di McLeod Ganj tidak ada yang mengecewakan, kami 6 hari disana benar-benar tidak pernah kelaparan. Harga pun masih terjangkau mulai dari 10-40rb per porsi.

Jika ingin wisata alam pun anda bisa trekking 1-3 hari menikmati pemandangan gunung es yang merupakan pegunungan Himalaya, namun harus siap fisik, karena sehari bisa jalan 7 jam.

Dan tiba akhirnya untuk mengakhiri petualangan spiritual dan memanjakan perut di McLeod Ganj, dan tiba saatnya untuk kembali menikmati rusuhnya India. Here we go, and Srinagar we go.

No comments:

Post a Comment